Jumat, 09 Desember 2011


Model Pendidikan Olahraga (Sport Education)

Sport education yang sebelumnya diberi nama play education (Jewett dan Bain 1985) dikembangkan oleh Siedentop (1995). Model ini berorientasi pada nilai rujukan Disciplinary Mastery (penguasaan materi), dan merujuk pada model kurikulum Sport Socialization. Siedentop banyak membahas model ini dalam bukunya yang berjudul “Quality PE Through Positive Sport Experiences: Sport Education”. Beliau mengatakan bahwa bukunya merupakan model kurikulum dalam pembelajaran penjas.
Inspirasi yang melandasi munculnya model ini terkait dengan kenyataan bahwa olahraga merupakan salah satu materi penjas yang banyak digunakan oleh para guru penjas dan siswapun senang melakukannya, namun di sisi lain ia melihat bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks penjas sering tidak lengkap dan tidak sesuai diberikan kepada siswa karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering terabaikan. Para guru lebih senang mengajarkan teknik-teknik olahraga yang sering terpisah dari suasana permainan sebenarnya. Atau, jika pun melakukan permainan, permainan tersebut lebih sering tidak sesuai dengan tingkat kemampuan anak sehingga kehilangan nilai-nilai keolahragaannya. Akibatnya, pelajaran permainan itupun tidak memberikan pengalaman yang lengkap pada anak dalam berolahraga.
Dalam pandangan Siedentop, pembelajaran demikian tidak sesuai dengan konsep praktek yang seirama dengan perkembangan (developmentally appropriate practices/DAP). Bahkan dalam kenyataannya, untuk sebagian besar siswa, cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai. Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.